Bagaimana budaya daerah anda dapat bersaing dengan budaya modern ?



Bagi anda yang tinggal di Jawa khususnya Jawa Tengah dan Jawa Timur, campursari bukanlah musik asing.  Jenis musik ini sudah begitu akrab ditelinga masyarakat dan mudah dijumpai di mana saja.  Anda bisa dengar alunan lagunya  diradio-radio lokal, di bis-bis umum, di lapak kaki lima, di tempat orang hajatan dan lain sebagainya.  Intinya campur sari sudah demikian dekat dan lekat  dengan masyarakat. 
Satu pertanyaan penting terkait dengan campursari adalah mengapa musik yang komponennya terdiri dari alat musik tradisional (gamelan) dan modern begitu populer dan digemari masyarakat? Mengapa pula genre musik yang lahir di Jawa Tengah sekitar tahun 80an ini  bisa bersanding dan bersaing dengan musik pop?  
Setidaknya ada tiga faktor penting mengapa genre musik campursari diterima masyarakat luas. Pertama, musik itu telah mengalami penyesuaian.  Lebih tepatnya penyesuaian kreatif.   Campursari yang komponen utamanya alat musik tradisional kemudian dilengapi dengan unsur musik modern.  Paduan pas antara unsur alat musik itu melahirkan jenis  musik baru yang enak didengar.
Kedua, campursari mewadahi nuansa masa silam dan nuansa kekinian sekaligus.  Mendengar campursari membuat seseorang tetap berada dalam radius akar sejarah budayanya, dilain pihak ia  juga menikmati nuansa budaya modern yang aktual.
Ketiga, kehadiran campursari diarsiteki oleh seniman-seniman yang paham dengan kondisi zaman.  Seniman campursari mampu menyelami alam batin kebudayaan lama melalui seni musik tradisional dan mampu menangkap gegap gempita budaya trend melalui seni musik modern. Dari situ mereka meraciknya  dalam kerja-kerja seni budaya sehingga melahirkan produk musik genre baru yang kontekstual dengan zaman.  Melalui sentuhan kreatif  para seniman campursari itu lahir produk sintesa budaya yang mengesankan sehingga campursari diterima masyarakat luas.   
Pelajaran apa yang dapat dipetik dari keberhasilan musik campursari ini?  Pertama, tradisi atau budaya lama dapat tetap eksis dan bersaing dalam percaturan kehidupan modern.  Kedua, masyarakat tetap dapat membawa identitas dan jatidiri kulturalnya di tengah arus kehidupan kontemporer yang cenderung seragam, Ketiga, Penyesuaian kreatif budaya merupakan kata kunci dalam melawan kekuatan-kekuatan budaya asing yang seringkali menjadi ancaman terhadap tradisi dan budaya lokal.
Dalam kehidupan sosial banyak pihak yang ingin melakukan sintesa budaya  dalam berbagai aspek kehidupan seperti kesenian, fasion, kuliner, arsitektur atau bahkan pembangunan suatu kota.  Mereka ingin mempertahankan yang lama sebagai sebuah identitas diri dan berusaha membawa kepada yang baru  yang kontemporer.  Seperti genre musik campursari di atas, mereka ingin membuat produk budaya baru yang diterima masyarakat luas, tanpa kehilangan identitas dan jati diri. Namun proyek semacam ini seringkali  tidak  berhasil.  Ketidakberhasilan itu utamanya pada ‘sentuhan kreatif’ ketika mempertemukan yang lama dengan yang baru.  Umumnya yang terjadi adalah usaha yang begitu dominan mempertahanan yang lama atau sebaliknya, terlalu meloncat ke hal-hal yang baru.
Sebagai contoh, ada beberapa daerah yang ingin membangun  kota budaya. Mereka  memiliki spirit sama yang intinya ingin membawa budaya lama secara eksis dan bersaing dalam tatanan kehidupan kota modern.  Proyek kota budaya ini umumnya kurang berhasil.  Salah satu faktornya karena  terjebak pada usaha mempertahankan  eksistensi masa silam.  Langkah ini sesungguhnya bisa dipahami jika proyek ‘nguri-nguri budoyo’ itu sebagai bagian dari gerakan kebudayaan yang lebih luas.  Namun jika pembangunan kota budaya hanya berkutat pada proyek mempertahankan budaya lama, itu sama halnya menciptakan museum kebudayaan,  karena usaha itu sama halnya melokasir budaya lama sebagai benda sejarah  yang dipajang dietalase museum yang ujungnya hanya menjurus pada kota wisata.
Belajar dari musik campursari di atas, membangun kota budaya adalah usaha membawa unsur-unsur budaya lokal ke dalam kehidupan modern.   Cara yang ditempuh pertama haruslah tetap diawali dengan memahami dan menggali esensi tradisi dan budaya yang ada.  Langkah kedua adalah menyelami dinamika kehidupan modern mulai dari yang substansial hingga pernik-pernik yang mewarnai kehidupan trend.  Kepahaman atas dua jenis budaya ini kemudian ditandaklanjuti  dengan langkah ketiga yakni, melakukan kerja-kerja budaya dengan melakukan sintesa atau penyesuaian kreatif guna mendapat formulasi yang tepat tentang sebuah kota budaya.  Formula tersebut harus membawa dua prasarat utama, pertama spirit, nuansa dan identitas lokal harus tetap terjaga.  kedua, akomodasi atas ornamen-ornamen modern sebagai citra dan identitas kekinian.  Hasil dari pembangunan kota budaya akan melahirkan identitas khas pada berbagai aspek kehidupan seperti arsitektur bangunan, kegiatan tradisi, atribut-atribut tertentu dalam kegiatan sosial keagamaan, kegiatan ekonomi dan kerja-kerja budaya masyarakat.  Semua itu bisa berjalan terpadu dan bergerak dalam satu nafas kebudayaan sehingga yang tradisional dan modern menyatu, yang lama dan yang baru melebur  dalam formulasi yang pas.  Kalau produk kota budaya ini dianogkan dengan musik campsari di atas maka hasilnya enak di dengar dan pas dihati.